Jumat, 19 Juni 2015

Kawanan Landak Berduri



Dikisahkan, di sebuah musim dingin yang beku, banyak hewan yang pergi mencari tempat perlindungan yang lebih hangat. Namun, bagi yang tak sempat, terpaksa harus bertahan dengan cuaca yang menusuk tulang.

Ada sekumpulan landak yang terjebak di situasi itu. Segera pemimpin landak memerintah kawanannya. “Teman-teman, mari kita saling berdekatan untuk menghangatkan tubuh dan melindungi diri dari hawa yang sangat dingin ini.”

Gerombolan landak itu pun segera mendekatkan diri satu sama lain.
“Aduh..sakit. Hati-hati teman, durimu menusukku.”
“Ah… kamu yang nggak hati-hati. Durimu juga melukaiku,” sebut landak yang lain.
“Hei..hei.. Ini bukannya jadi hangat! Badanku sakit semua gara-gara kalian,” ujar landak lain, yang kemudian diikuti teriakan landak-landak berikutnya.

Ternyata, ketika harus berimpitan mencari kehangatan, duri-duri mereka malah melukai satu sama lain. Akibatnya, mereka menjadi marah, kesakitan dan saling menyalahkan.
“Ah.. aku nggak mau begini. Ini benar benar menyiksaku” seru seekor landak sambil bergerak keluar dari gerombolan tersebut. Dan tindakan itu pun segera diikuti oleh landak-landak lainnya. Sehingga, bubarlah gerombolan itu.

Begitu keluar dari gerombolannya, secepat itu pula mereka disambut angin dingin nan beku yang sangat menyiksa. Tak lama kemudian, daya tahan mereka pun mulai melemah.  

Pimpinan landak berseru, “Teman-teman.. jika tidak ingin mati kedinginan seperti binatang lain, mau tidak mau, kita harus menahan rasa sakit akibat tertusuk duri satu sama lain. Mari, kita tanggung bersama-sama, asal hati-hati, kita bisa meminimalkan rasa sakitnya. Jika kita bisa menahan rasa sakit, maka kita akan mampu bertahan melawan dingin yang mematikan ini.”

Daripada mati kedinginan, akhirnya mereka memilih bertahan hidup dengan menahan sakit. Perlahan-lahan mereka beringsut mendekat satu sama lain dengan hati-hati. Meski tertusuk duri temannya, mereka saling mengalah dan saling mengerti. Satu sama lain saling mendukung dan tak ada lagi yang menyalahkan. Dan, bersama, akhirnya mereka berhasil melewati musim dingin yang mematikan itu.

Untuk meraih sesuatu yang besar, kadangkala kita memang harus mengorbankan banyak hal. Adanya perbedaan adalah hal yang wajar, tapi kita juga harus tahu kapan harus mengalah dan menurunkan ego demi mencapai tujuan yang lebih utama dan lebih besar. Seperti kisah landak tadi, mereka mau berkorban sakit untuk hal yang lebih mulia. Mari, bersama belajar berkorban demi kepentingan yang lebih besar , saling membantu dan lebih peduli dengan sesama . Dengan cara itu, tujuan bersama yang telah kita inginkan, akan lebih mudah diraih.

Anjing dan Sang Menteri


Alkisah, ada seorang raja yang memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum karyawan istana yang bersalah sampai menterinya. Jika sang Raja menilai orangnya bersalah dan tidak berkenan atas kesalahan tersebut, mereka akan dilempar ke kandang anjing agar dicabik dan dimangsa oleh anjing-anjing ganas tersebut.
Suatu hari, seorang menteri membuat sebuah keputusan yang dianggap salah sehingga membuat Raja murka.  “Menteri! Atas kesalahan yang telah kamu perbuat, rajamu memerintahkan hukuman segera dijalankan. Besok, giliranmu masuk ke kandang anjing,” perintah Raja.
Si Menteri dengan wajah pucat berkata, “Paduka, hamba telah mengabdi kepada Paduka dan pekerjaan ini selama 15 tahun. Atas pengabdian hamba selama ini, hamba mohon waktu penundaan hukuman selama 30 hari saja. Setelah 30 hari, hamba akan menghadap dan siap menjalani hukuman.”  Sang Raja, setelah berpikir sejenak, akhirnya mengabulkan permintaan menterinya itu.

Dari sana, si menteri berg
egas menuju kandang anjing dan meminta izin kepada penjaga untuk membantu mengurus anjing-anjingnya selama 30 hari. Walaupun merasa heran, tetapi karena menteri senior yang meminta, dia pun mengizinkannya. Sejak saat itu, si menteri membantu memelihara anjing-anjing, memberi makan, memandikan, membersihkan kandang, dan memberi perhatian dengan sebaik-baiknya. Setelah 30 hari, anjing-anjing itu pun menjadi jinak kepada si menteri.

Tibalah waktu eksekusi. Disaksikan Raja, dimasukkanlah menteri itu ke kandang anjing. Akan tetapi, betapa terkejutnya raja, saat melihat anjing-anjing ganasnya itu justru jinak padanya. Apa yang terjadi? Si menteri pun menjawab merendah, “Paduka, hamba telah ‘mengabdi’ pada anjing-anjing ini selama 30 hari dan mereka tidak melupakan jasaku. Tapi paduka… hamba telah mengabdi kepada kerajaan ini selama 15 tahun, dan paduka tega menjatuhkan hukuman ini pada saya. Mohon ampuni kesalahan saya.” Mendengar perkataan menterinya, baginda raja tersentak kesadarannya. Dengan rasa haru, akhirnya si menteri pun dibebaskan dari hukuman.

Dalam perjalanan kehidupan ini, sesungguhnya tidak terhitung jasa kebaikan yang telah kita terima. Baik dari orang yang tidak kita kenal, maupun terlebih dari orang-orang terdekat kita. Selayaknya kita bisa menghargai dan membalas kebaikan itu. Jangan hanya karena kejadian sesaat yang tidak mengenakkan, kita begitu mudah menghapus persahabatan atau persaudaraan yang telah terukir bertahun-tahun lamanya.

Mari, jadikan setiap kebaikan membuahkan kebaikan, sehingga setiap insan di muka bumi ini hidup dengan rasa aman, damai, dan membahagiakan.

Kisah Harimau dan Hutan



Sudah sekian lama, harimau dan hutan bersahabat. Mereka saling tolong-menolong satu sama lain. Harimau menjaga hutan. Demikian juga hutan  menyediakan hampir semua kebutuhan harimau. Dengan adanya harimau, hutan bebas dari jarahan manusia. Kayu-kayu dari pepohonannya terlindungi oleh harimau yang setiap hari berjaga keliling hutan. Begitu pula hutan, menyediakan makanan yang dibutuhkan oleh harimau sehari-hari. Kehidupan harimau dan hutan berjalan sangat harmonis.
Namun, keharmonisan itu rupanya membuat kijang iri. Sebab, kijang sering kali menjadi hewan yang paling banyak jadi korban karena bangsanya menjadi makanan empuk harimau yang lapar. Karena itu, kijang pun menyusun strategi agar keharmonisan harimau dan hutan jadi terpecah belah.

Maka, suatu kali, kijang pun berbisik pada pohon terbesar yang jadi wakil hutan. Kijang berkata, bahwa harimau sebenarnya adalah hewan yang mau untungnya sendiri. Hutan hanya diperdaya harimau. Sebab, tanpa harimau pun, sebenarnya hutan baik-baik saja.

Kijang juga melakukan hal yang sama pada harimau. Namun, agar tak mencolok, kijang menyuruh monyet untuk membisikkan hasutan pada harimau soal hutan. Maka, monyet pun membisiki harimau, bahwa selama ini harimau hanya dimanfaatkan hutan untuk menjaganya.

Mendengar hasutan itu, harimau dan hutan tiap hari kemudian jadi menjaga jarak satu sama lain. Keakraban yang terjalin harmonis selama ini jadi renggang. Hingga akhirnya, suatu hari harimau dan hutan bertengkar. Pohon pemimpin hutan merasa harimau hanya mau untungnya saja tinggal di hutan tanpa mau membantunya. Sebaliknya, harimau juga merasa, hutan hanya mengambil jasanya menjaga hutan tanpa mau memberikan hasil yang lebih padanya.
Pertengkaran keduanya pun menghebat. Maka, akhirnya harimau berjanji, ia akan keluar dari hutan untuk mencari hutan lain yang mau menampungnya. “Baik, aku akan pergi! Jangan pernah minta bantuanku lagi, hutan yang sombong!”
“Kamu yang sombong, mentang-mentang kuat dan ganas, jadi sok jagoan! Pergi sana, aku tak butuh kamu lagi!” sahut hutan.

Mendengar itu, kijang dan monyet diam-diam bersorak. Mereka sudah pasti akan segera terbebas dari ancaman harimau. Namun rupanya, itu tak berlangsung lama. Selama ini, manusia jarang masuk ke hutan itu karena takut ancaman harimau yang buas. Tetapi, karena harimau pergi dari hutan, manusia pun bebas menjebak harimau hingga berhasil ditangkap. Manusia pun tak takut lagi dengan harimau yang berhasil dikurung. Sejak saat itu pula, manusia mulai menjarah hutan. Kayu ditebangi. Pohon digunduli. Hewan-hewan liar—termasuk kijang dan monyet—ditangkap, ada yang dijual, ada yang dijadikan makanan. Akibat kejadian itu, hutan pun jadi berubah total. Tak ada lagi kicau burung indah, tak ada lagi hewan yang berkeliaran bebas, pohon pun banyak yang tumbang diambili kayunya. Semua menyesal. Akibat sebuah hasutan, hutan, harimau, dan semua isi hutan jadi mendapat imbas yang tak diinginkan.

Sahabat ……………………

Kadang kala kita lupa, pada orang-orang yang langsung dan tidak langsung berjasa pada kita. Padahal sebagai makhluk sosial, kita sejatinya bergantung satu sama lain. Memang, secara kedudukan, ada yang mengatur, ada yang memimpin, ada yang jadi bawahan. Tapi, semua punya peranan masing-masing. Dan, jangan lupa, semua ibarat puzzle, harus saling melengkapi. Tanpa ada satu komponen, kadang kita akan jadi kerepotan untuk meraih harmonisasi hidup.
Karena itu, jangan pernah iri dengan kedudukan orang lain yang lebih tinggi. Jangan pula memandang kedudukan rendah mereka yang ada di bawah. Sebab, harmonisasi antar-semua tersebut saling melengkapi. Ibarat hutan dan harimau, satu sama lain sebenarnya saling melindungi. Pun demikian kijang dan monyet, serta makhluk hidup lain di dalam hutan. Begitu salah satu komponen hilang, begitu mudahnya gangguan dari luar datang.

Inilah yang perlu kita terus ingat dalam setiap peran yang kita jalani di kehidupan. Apa pun peran yang kita miliki saat ini, jangan pernah posisikan diri sebagai “korban”. Tapi, jadikan diri sebagai salah satu komponen penyeimbang. Dengan begitu, kita bisa selalu bijak dalam menentukan pilihan. Dan, jangan lupakan pula soal kepedulian. Saat satu hal yang menjaga harmonisasi menghilang, bisa jadi suatu saat dampaknya akan segera sampai pada kita juga.

Mari, buka mata dan hati. Selalu jaga harmonisasi kehidupan. Apa pun peran yang kita lakoni saat ini, jalani dengan sepenuh hati. Bebaskan diri dari rasa iri dengki. Dengan begitu, kita akan jadi insan penuh arti yang bisa mengisi setiap keping harmonisasi hidup yang berkelimpahan. Sehingga, kebahagiaan sejati pun akan kita dapatkan.